Menanti Kedatangan Raja yang Bijaksana dan Benar
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
Pagi ini kita berdiri di ambang sebuah penantian yang telah bergema selama ribuan tahun. Penantian yang lahir bukan dari optimisme kosong atau harapan semu, melainkan dari janji Allah yang tak mungkin digoyahkan. Ketika kita membuka Kitab Yeremia pasal 23 ayat 1 hingga 8, kita seolah mendengar suara nabi yang berdiri di reruntuhan impian sebuah bangsa, menyaksikan bagaimana kepemimpinan yang gagal telah merobek-robek harapan umat Tuhan. Namun di tengah puing-puing kehancuran itu, Allah menyalakan pelita pengharapan yang cahayanya menembus kegelapan zaman dan tiba hingga hari ini, menerangi kita yang masih menanti kedatangan Raja yang sejati.
Yeremia hidup di masa yang sulit dibayangkan. Empat puluh tahun ia melayani sebagai nabi, menyaksikan bagaimana satu per satu raja Yehuda memimpin bangsa menuju jurang kehancuran. Setelah Raja Yosia yang baik meninggal, datanglah para penguasa yang mementingkan tahta lebih dari rakyat, kekuasaan lebih dari keadilan, dan kemegahan istana lebih dari kesejahteraan umat. Yeremia melihat bagaimana para pemimpin ini—yang oleh Allah disebut sebagai gembala—justru menceraiberaikan domba-domba yang seharusnya mereka jaga. Mereka membiarkan rakyat lapar sementara mereka berpesta. Mereka membiarkan yang lemah tertindas sementara mereka menumpuk kekayaan. Mereka membiarkan keadilan mati sementara mereka memperkuat takhta mereka dengan kebohongan dan penindasan.
Maka datanglah firman Tuhan yang menggelegar: "Celakalah gembala-gembala yang membinasakan dan menceraiberaikan kambing domba gembalaan-Ku!" Kata "celakalah" dalam bahasa Ibrani, wai, bukan sekadar ungkapan kekecewaan. Ini adalah proklamasi penghukuman ilahi, vonis final terhadap mereka yang mengkhianati kepercayaan suci yang diberikan Allah. Perhatikanlah, saudara-saudari, bahwa yang dikecam di sini bukanlah kegagalan teknis atau ketidakmampuan administratif semata. Yang dikecam adalah pengkhianatan terhadap mandat ilahi. Para pemimpin ini ditunjuk untuk menjadi pelindung, tetapi mereka menjadi pemangsa. Mereka dipanggil untuk menggembalakan, tetapi mereka malah menghancurkan. Dan Allah, sebagai Pemilik sejati kawanan domba itu, tidak akan tinggal diam.
Namun firman Tuhan tidak berhenti pada penghukuman. Justru di sinilah keindahan teks kita hari ini mulai terungkap. Ketika kepemimpinan manusia gagal total, Allah sendiri turun tangan. "Aku sendiri akan mengumpulkan sisa-sisa kambing domba-Ku dari segala negeri," demikian janji-Nya. Ini bukan sekadar rencana darurat atau solusi alternatif. Ini adalah manifestasi dari pemeliharaan Allah yang tak pernah berhenti, bahkan ketika yang terindah sekalipun dari sistem manusia telah runtuh. Allah tidak menunggu manusia memperbaiki kesalahannya. Dia sendiri yang mengambil inisiatif, mengumpulkan yang tercerai-berai, menyembuhkan yang terluka, dan mengembalikan yang hilang.
Lalu Allah berjanji akan menggantikan para gembala yang jahat dengan gembala-gembala yang setia. Para gembala baru ini akan menjaga dengan sungguh-sungguh, memberi makan dengan limpah, melindungi dengan gigih, dan memastikan tidak ada satu pun yang terhilang. Di bawah kepemimpinan yang baru ini, umat tidak akan lagi ketakutan atau merasa terlantar. Mereka akan menikmati istirahat yang tenang dan damai, dilindungi oleh kuasa kemuliaan Allah. Ini adalah standar kepemimpinan ilahi: bukan dominasi, tetapi pelayanan; bukan eksploitasi, tetapi pemeliharaan; bukan ketakutan, tetapi kedamaian.
Tetapi janji Allah tidak berhenti pada pemulihan temporal. Di ayat 5 dan 6, pintu eskatologis terbuka lebar. "Sesungguhnya, waktunya akan datang," demikian firman Tuhan, "bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud." Dalam bahasa Ibrani, frasa ini adalah Tsemach Tsaddiyq—Tunas yang Adil. Bayangkanlah sebuah pohon yang ditebang hingga ke akarnya, tampak mati dan tidak ada harapan. Namun dari tunggul yang kering itu, tumbuh tunas baru yang segar, penuh kehidupan, membawa harapan yang tak terduga. Inilah gambaran Mesias yang dijanjikan Allah. Ketika dinasti Daud tampak berakhir, ketika tahta kerajaan dihancurkan oleh Babel, ketika segala sesuatu tampak sia-sia, Allah mengatakan: "Aku akan menumbuhkan Tunas baru."
Tunas ini bukan sembarang pemimpin. Dia akan memerintah sebagai Raja yang bijaksana, melakukan keadilan dan kebenaran di negeri. Dan yang paling menggetarkan jiwa adalah gelar yang diberikan kepada-Nya: YHWH Tsidqenu—TUHAN keadilan kita. Ini bukan hanya nama, ini adalah identitas. Ini adalah polemik ilahi yang tajam. Raja terakhir Yehuda bernama Zedekia, yang namanya berarti "keadilan Allah." Namun Zedekia gagal total. Ia tidak mampu menghadirkan keadilan, justru di bawah pemerintahannya Yerusalem jatuh dan umat dibuang. Maka Allah berkata: "Jika manusia tidak bisa menjadi keadilan-Ku, Aku sendiri yang akan menjadi Keadilan bagi umat-Ku." Tunas Adil ini bukan hanya membawa keadilan—Dia adalah Keadilan itu sendiri. Dia bukan hanya mewakili Allah—Dia adalah Allah yang menjelma.
Saudara-saudari, kita yang hidup di abad ke-21 tahu siapa Tunas Adil itu. Kita mengenal-Nya dengan nama Yesus Kristus, keturunan Daud, Raja segala raja, Gembala yang baik yang memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. Dia datang ke dunia yang dikuasai oleh Herodes yang kejam, sistem Romawi yang menindas, dan para pemimpin agama yang munafik. Dia datang bukan dengan pedang dan pasukan, tetapi dengan kebenaran dan kasih. Dia tidak menceraiberaikan, tetapi mengumpulkan. Dia tidak membinasakan, tetapi menyelamatkan. Di kayu salib, Dia menjadi keadilan bagi kita—membayar harga dosa yang tidak mampu kita bayar, memulihkan hubungan yang kita rusak, membuka jalan kepada Bapa yang tertutup karena kejatuhan kita.
Namun nubuatan Yeremia belum selesai digenapi. Ayat 7 dan 8 membawa kita ke masa depan yang lebih agung lagi. Yeremia bernubuat bahwa akan datang hari ketika orang tidak lagi bersumpah dengan menyebut keluaran dari Mesir—peristiwa paling monumental dalam sejarah Israel—tetapi dengan menyebut pemulihan yang lebih dahsyat lagi. Ini adalah Eksodus Baru, pembebasan yang melampaui segalanya. Eksodus pertama membebaskan Israel dari perbudakan fisik di Mesir. Eksodus Baru membebaskan umat Allah dari perbudakan dosa dan maut. Eksodus pertama membawa mereka ke tanah perjanjian. Eksodus Baru membawa mereka kepada Allah sendiri, dalam hubungan yang dipulihkan sepenuhnya, di mana Dia akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Nya.
Inilah yang kita nantikan hari ini, saudara-saudari. Kita hidup di antara dua kedatangan Kristus. Kedatangan pertama sudah terjadi—Dia datang sebagai bayi di palungan, tumbuh menjadi Rabbi dari Nazaret, mati di Golgota, bangkit pada hari ketiga, dan naik ke surga. Tetapi kedatangan kedua masih kita nantikan—ketika Dia akan datang kembali sebagai Raja yang memerintah, menggenapi seluruh nubuatan, mendirikan Kerajaan-Nya yang kekal di mana tidak ada lagi air mata, penderitaan, atau ketidakadilan. Di Kerajaan itu, setiap lutut akan bertelut dan setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan.
Sementara kita menanti, firman ini berbicara keras kepada zaman kita. Kita hidup di dunia yang masih dipenuhi oleh para gembala yang gagal. Kita melihat pemimpin-pemimpin yang lebih mencintai kekuasaan daripada kebenaran, lebih mementingkan popularitas daripada keadilan, lebih mengejar kekayaan pribadi daripada kesejahteraan rakyat. Kita melihat sistem yang membiarkan yang kaya semakin kaya sementara yang miskin semakin miskin. Kita melihat hukum yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Kita melihat umat Tuhan yang tercerai-berai, bingung, ketakutan, dan kehilangan arah. Dan di tengah semua itu, mudah sekali bagi kita untuk kehilangan harapan.
Tetapi Yeremia 23 mengingatkan kita: harapan kita tidak pernah terletak pada sistem politik mana pun, ideologi mana pun, atau pemimpin manusia mana pun. Harapan kita adalah pada Allah yang setia pada janji-Nya. Dia yang telah menumbuhkan Tunas Adil dari akar Isai, Dia yang telah mengutus Anak-Nya ke dunia, Dia yang telah membangkitkan-Nya dari kematian, Dia pasti akan menggenapi seluruh rencana-Nya. Dan sementara kita menanti, kita dipanggil bukan untuk pasif, tetapi untuk aktif mewujudkan nilai-nilai Kerajaan-Nya di tengah dunia yang gelap ini.
Kita dipanggil untuk menjadi gembala yang baik di lingkup pengaruh kita masing-masing. Sebagai orang tua, sebagai pemimpin gereja, sebagai warga negara, sebagai teman dan tetangga—kita dipanggil untuk menggembalakan dengan setia, melindungi yang lemah, membela yang tertindas, menyuarakan kebenaran bahkan ketika itu tidak populer, dan menghadirkan keadilan di mana pun kita berada. Kita dipanggil untuk meneladani keberanian Yeremia yang tidak takut berhadapan dengan raja-raja yang jahat demi menyampaikan firman Tuhan. Kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan, garam yang memberi rasa di tengah dunia yang tawar.
Namun sambil melakukan semua itu, kita tidak boleh lupa bahwa keadilan sejati dan pemulihan total hanya akan terwujud sepenuhnya ketika Raja kita datang kembali. Kita bekerja dengan giat, tetapi tidak dengan putus asa. Kita berjuang untuk keadilan, tetapi tidak dengan arogansi seolah kita bisa menciptakan surga di bumi dengan kekuatan kita sendiri. Kita menanti dengan penuh harap, dan penantian itu memberi kita kekuatan untuk terus melangkah, terus melayani, terus setia.
Saudara-saudari, hari ini, di tengah semua pergumulan kita, di tengah semua ketidakpastian zaman, firman Tuhan berbicara: "Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud." Janji ini adalah jangkar jiwa kita. Yesus Kristus adalah Raja yang kita nantikan—Raja yang bijaksana, adil, dan benar. Dan Dia akan datang kembali. Marilah kita hidup dalam terang pengharapan itu, menjadi saksi-saksi Kerajaan-Nya, sampai hari ketika kita akan berdiri di hadapan-Nya dan mendengar-Nya berkata, "Hai hambaku yang baik dan setia, masuklah ke dalam sukacita Tuanmu." Amin.