Khotbah GMIM
MENU
Khotbah Yesaya 60:1-7 | MTPJ GMIM 7 - 13 Desember 2025 - Khotbah GMIM

Khotbah Yesaya 60:1-7 | MTPJ GMIM 7 - 13 Desember 2025

Bangkitlah Menjadi Teranglah

Yesaya 60:1-7

Bangkitlah Menjadi Teranglah

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,

Izinkan saya memulai dengan sebuah pengalaman sederhana yang mungkin pernah kita rasakan bersama. Pernahkah Anda berada dalam ruangan yang gelap gulita, lalu tiba-tiba seseorang menyalakan lilin? Betapa kelegaan yang kita rasakan ketika secercah cahaya itu memecah kegelapan. Cahaya itu tidak hanya menerangi, tetapi juga memberikan arah, mengusir ketakutan, dan memulihkan harapan. Inilah gambaran yang ingin disampaikan nabi Yesaya kepada umat Israel yang saat itu tengah berada dalam kondisi kelam dan penuh kekecewaan.

Kitab Yesaya pasal 60 ditulis dalam konteks yang sangat spesifik. Umat Israel telah kembali dari pembuangan Babel, namun apa yang mereka temukan bukanlah kehidupan yang gemilang. Yerusalem yang mereka rindukan ternyata masih dalam kehancuran. Bait Allah belum sepenuhnya dipulihkan. Kehidupan ekonomi sulit, dan yang lebih berat lagi adalah kelesuan spiritual yang melanda. Mereka duduk dalam keterpurukan, kehilangan semangat, seolah-olah harapan telah padam. Di tengah situasi inilah Allah berbicara melalui nabi Yesaya dengan seruan yang menggetarkan: "Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu."

Mari kita perhatikan dengan seksama urutan kata-kata dalam ayat pembuka ini. Allah tidak mengatakan, "Ciptakanlah terangmu sendiri" atau "Jadilah terang dengan kekuatanmu." Seruan ini dimulai dengan pemberitahuan yang luar biasa: terangmu datang, kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Inilah fondasi teologis yang sangat penting bagi kita pahami. Kebangkitan kita sebagai umat Tuhan bukanlah inisiatif mandiri, melainkan respons terhadap tindakan Allah yang lebih dahulu hadir. Terang itu sudah ada, kemuliaan-Nya sudah terbit, dan tugas kita adalah bangkit dan memantulkannya kepada dunia.

Ayat kedua memberikan kontras yang sangat tajam. Di satu sisi, kegelapan menutupi bumi dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa. Di sisi lain, terang TUHAN terbit atas Sion dan kemuliaan-Nya menjadi nyata. Perbedaan ini bukan sekadar deskripsi geografis atau etnis, melainkan perbedaan spiritual dan moral yang fundamental. Dunia berada dalam kegelapan dosa, kebingungan moral, dan kehilangan arah. Namun di tengah kegelapan yang pekat itu, umat Allah dipanggil untuk berdiri sebagai pusat terang yang kontras total dengan kondisi di sekitarnya.

Bayangkan sebuah kota yang mengalami pemadaman listrik total di malam hari. Betapa gelap dan menakutkannya suasana itu. Namun jika ada satu rumah yang lampunya menyala terang, meskipun hanya satu, seluruh mata akan tertuju ke sana. Itulah posisi gereja di tengah dunia. Kita dipanggil bukan untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan, bukan pula untuk bersembunyi di dalamnya, melainkan untuk berdiri tegak sebagai terang yang membedakan hitam dan putih, kebenaran dan dosa, jalan yang benar dan jalan yang sesat.

Pertanyaan yang harus kita ajukan kepada diri sendiri adalah: apakah kehidupan kita sebagai orang percaya benar-benar kontras dengan dunia di sekitar kita? Atau kita sudah terlalu nyaman menyesuaikan diri dengan standar moral dan etika yang sama dengan mereka yang tidak mengenal Kristus? Nabi Yesaya memberikan seruan "Bangkitlah" yang dalam bahasa Ibrani adalah "Qumi"—sebuah perintah aktif kepada mereka yang sedang duduk dalam kelesuan. Ini adalah seruan untuk keluar dari kemalasan spiritual, kelumpuhan iman, dan kehidupan yang stagnan.

Nubuatan Yesaya 60 ini mencapai penggenapannya yang paling mulia dalam pribadi Yesus Kristus. Injil Matius mengutip nubuat serupa ketika menyatakan bahwa bangsa yang diam dalam kegelapan telah melihat terang yang besar. Yesus sendiri dengan tegas menyatakan, "Akulah Terang Dunia." Kelahiran Kristus adalah manifestasi nyata dari janji Allah bahwa Terang telah datang. Dan karena Terang sejati ini telah berkuasa dalam hidup kita yang percaya, maka tidak ada lagi alasan untuk tetap berada dalam kelesuan dan kegelapan.

Konsekuensi dari kebangkitan umat Allah sebagai terang sangatlah luar biasa. Ayat 3 menubuatkan bahwa bangsa-bangsa dan raja-raja akan datang kepada terang itu. Ini bukan sekadar harapan kosong, melainkan realitas spiritual. Ketika gereja benar-benar berfungsi sebagai terang, ia memiliki daya tarik magnetis yang kuat. Orang-orang yang berada dalam kegelapan akan tertarik, mencari jawaban, mencari arah, mencari harapan. Mereka akan datang bukan karena program yang canggih atau bangunan yang megah, melainkan karena kemuliaan Allah yang nyata terpancar melalui kehidupan umat-Nya.

Ayat 6 dan 7 memberikan gambaran yang sangat konkret tentang bagaimana bangsa-bangsa merespons terang ini. Mereka datang dengan membawa persembahan: unta-unta dari Midian dan Efa, emas dan kemenyan dari Syeba, kambing domba dari Kedar dan Nebayot. Ini bukan sekadar transfer kekayaan, melainkan simbol pengudusan. Seluruh aspek kehidupan dunia—perdagangan, peternakan, kekayaan—diintegrasikan ke dalam penyembahan kepada Allah yang benar. Yang tadinya digunakan untuk kepentingan duniawi semata, kini dikuduskan untuk kemuliaan Tuhan.

Nubuat ini tergenapi secara harfiah ketika orang-orang Majus dari Timur datang membawa emas, kemenyan, dan mur kepada bayi Yesus. Namun penggenapan yang lebih besar terjadi sepanjang sejarah gereja ketika orang-orang dari segala bangsa, suku, dan bahasa membawa talenta, kekayaan, dan kehidupan mereka untuk diserahkan kepada Kristus. Ini menunjukkan bahwa keselamatan dan ibadah tidak terbatas pada satu kelompok etnis, melainkan merangkul keragaman universal.

Namun untuk dapat menjadi terang yang menarik bangsa-bangsa, gereja harus memulai dari dalam. Kita tidak bisa memberikan apa yang tidak kita miliki. Kita tidak bisa memancarkan terang jika kehidupan kita sendiri masih gelap. Dan inilah tantangan yang sangat nyata bagi kita hari ini. Mandat untuk menjadi terang harus dimulai dari unit terkecil: keluarga. Rumah kita harus menjadi tempat terbitnya kemuliaan Tuhan. Bukan karena kita menata rumah dengan pernak-pernik mewah atau memasang lampu dekorasi yang mahal, melainkan karena praktik hidup sehari-hari benar-benar dituntun oleh Kristus.

Berapa banyak dari kita yang lebih peduli pada tampilan luar rumah kita daripada kesehatan spiritual keluarga kita? Berapa banyak energi yang kita habiskan untuk memastikan rumah kita terlihat indah di mata tetangga, sementara di dalamnya penuh dengan konflik, kepahitan, dan ketidakjujuran? Yesaya 60 mengingatkan kita bahwa kemuliaan Tuhan bersinar bukan melalui superficialitas, melainkan melalui integritas etika yang konsisten. Ketika orang tua mengasihi dengan tulus, ketika anak-anak dididik dalam kebenaran, ketika pengampunan dipraktikkan secara nyata, saat itulah terang Kristus benar-benar bersinar dari rumah kita.

Dari keluarga, lingkaran terang ini harus meluas ke komunitas gereja. Salah satu hambatan terbesar bagi kesaksian gereja adalah fragmentasi relasional di dalam tubuh Kristus sendiri. Bagaimana kita bisa menjadi terang bagi dunia jika di antara sesama saudara seiman kita masih ada hubungan yang retak, komunikasi yang macet, dan persatuan yang rapuh? Yesaya 60 menggambarkan Sion sebagai pusat persatuan dan pemulihan. Jika pusat terang itu sendiri terfragmentasi, daya tarik magnetisnya akan melemah dan kesaksian kolektif kita menjadi tidak kredibel.

Mungkin ada di antara kita yang memiliki relasi yang renggang dengan saudara seiman—entah karena kesalahpahaman, perbedaan pendapat, atau bahkan luka yang belum sembuh. Nabi Yesaya mengingatkan kita bahwa kita memiliki tanggung jawab untuk meneruskan terang dengan terlebih dahulu membangun kembali relasi yang retak. Rekonsiliasi internal adalah investasi strategis yang membuka jalan bagi misi eksternal. Gereja yang bersatu dalam kasih adalah gereja yang memancarkan terang paling terang.

Dari internal, mandat menjadi terang kemudian meluas ke peran sosial yang lebih luas. Gereja tidak boleh hanya berdiam diri menunggu orang datang, melainkan harus proaktif hadir di tengah pergumulan masyarakat. Nabi Yesaya menggambarkan bangsa-bangsa datang mencari terang, namun dalam konteks modern, kita juga dipanggil untuk membawa terang itu ke tempat-tempat gelap. Ini adalah panggilan untuk melayani tanpa diskriminasi, untuk menjadi ruang yang aman dan memberdayakan bagi semua orang, untuk hadir dalam penderitaan dan kebutuhan masyarakat dengan kasih Kristus yang nyata.

Pikirkan tentang komunitas di sekitar gereja kita. Siapa yang terpinggirkan? Siapa yang membutuhkan pertolongan? Siapa yang hidup dalam keputusasaan? Jika kehadiran gereja tidak dirasakan oleh mereka, jika terang kita tidak sampai kepada mereka, maka kita belum sepenuhnya menjalankan mandat Yesaya 60. Diakonia yang bercahaya adalah pelayanan sosial yang memancarkan kasih Kristus secara inklusif, bukan hanya kepada mereka yang seiman, tetapi kepada semua makhluk ciptaan Tuhan.

Namun semua ini—kebangkitan internal, rekonsiliasi komunal, dan pelayanan sosial—hanya mungkin jika kita mengatasi kendala mendasar: kelesuan iman. Ini adalah musuh tersembunyi yang paling berbahaya. Kelesuan membuat kita berhenti berjalan dalam iman, kehilangan fokus pada hal-hal yang kekal, dan tidak lagi menghasilkan buah kebenaran. Kita mungkin masih datang ke gereja, masih bernyanyi pujian, masih mendengar khotbah, tetapi hati kita dingin dan kehidupan kita tidak berubah. Seruan "Bangkitlah" adalah teguran profetik terhadap kehidupan Kristen yang stagnan.

Untuk mengatasi kelesuan ini, kita harus kembali kepada sumber terang: Kristus sendiri. Kita perlu menyadari kembali bahwa Terang sejati telah berkuasa dalam hidup kita. Kemuliaan Allah telah terbit atas kita melalui karya penebusan Kristus di kayu salib dan kebangkitan-Nya yang penuh kuasa. Kita tidak lagi hidup dalam kegelapan, karena Roh Kudus berdiam di dalam kita. Dengan kesadaran ini, tidak ada alasan untuk tetap dalam kelesuan. Kita harus bangkit, berjalan lagi, dan memastikan pelita iman kita tetap menyala dengan minyak Roh Kudus yang selalu diperbaharui.

Konsistensi adalah kunci integritas spiritual. Untuk benar-benar menjadi terang, kita harus memastikan bahwa kehidupan kita mencerminkan Kristus secara konsisten dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tidak boleh ada kesenjangan antara apa yang kita ajarkan dan bagaimana kita hidup. Tidak boleh ada kontradiksi antara doa kita di gereja dan perilaku kita di rumah atau di tempat kerja. Inkonsistensi adalah penghalang terbesar yang menghancurkan kredibilitas gereja dan menghilangkan kekuatan kita sebagai terang dunia. Bangsa-bangsa yang berada dalam kegelapan akan tertarik kepada terang yang sejati, bukan kepada kemunafikan yang berkedok religius.

Yesaya 60 bukan hanya memberikan mandat, tetapi juga menawarkan harapan eskatologis yang luar biasa. Nubuat ini mengarah kepada Yerusalem baru, kota Allah yang tidak memerlukan matahari atau bulan, karena Tuhan sendiri adalah terangnya yang kekal. Ini mengingatkan kita bahwa peran kita sebagai terang di dunia ini adalah sementara, menantikan kesempurnaan akhir ketika kegelapan akan dilenyapkan sepenuhnya dan hanya terang kemuliaan Allah yang bersinar. Namun hingga hari itu tiba, kita tetap dipanggil untuk berjaga-jaga, memelihara pelita tetap menyala, dan tidak membiarkan minyak habis.

Saudara-saudari yang terkasih, seruan "Bangkitlah Menjadi Teranglah" adalah panggilan yang mendesak untuk kita hari ini. Dunia di sekitar kita semakin gelap—gelap secara moral, etis, dan spiritual. Kegelapan itu bukan hanya metafora, melainkan realitas yang kita saksikan setiap hari: kebohongan yang dinormalisasi, kekerasan yang merajalela, ketidakadilan yang sistemik, keputusasaan yang meluas. Di tengah kegelapan inilah gereja dipanggil untuk berdiri sebagai terang.

Namun kebangkitan ini tidak dimulai dengan program-program besar atau strategi yang rumit. Kebangkitan dimulai dari keputusan pribadi setiap orang percaya untuk merespons terang yang sudah terbit. Dimulai dari keputusan untuk bangkit dari kelesuan, untuk mengatasi kedangkalan rohani, untuk memulihkan relasi yang retak, dan untuk hidup dengan integritas total. Ketika setiap individu bangkit, keluarga akan bercahaya. Ketika keluarga-keluarga bercahaya, gereja akan menjadi pusat terang yang kuat. Dan ketika gereja benar-benar menjadi terang, bangsa-bangsa akan tertarik dan datang mencari Allah yang benar.

Oleh karena itu, marilah kita merespons seruan ini dengan tindakan nyata. Mari kita evaluasi kehidupan kita: apakah masih ada area kegelapan yang belum kita serahkan kepada Kristus? Apakah ada relasi yang perlu dipulihkan? Apakah ada kelesuan yang harus kita atasi? Apakah ada kedangkalan rohani yang perlu kita tinggalkan? Mari kita bangkit hari ini, bukan dengan kekuatan kita sendiri, tetapi dengan mengandalkan Terang yang sudah terbit atas kita. Mari kita berfungsi sebagai reflektor kemuliaan Allah, memantulkan kasih, kebenaran, dan keadilan-Nya kepada dunia yang sangat membutuhkannya.

Sebab terang kita telah datang, dan kemuliaan TUHAN telah terbit atas kita. Bangkitlah, menjadi teranglah, karena dunia menanti kesaksian kita, dan Allah yang memanggil kita akan memampukan kita untuk bersinar bagi kemuliaan nama-Nya. Amin.