Kebenaran Yang Memerdekakan
Ibu-Ibu yang Dikasihi Tuhan
Saat ini kita sudah, sedang membaca dan terus merenungkan apa kata Firman Tuhan dalam Injil Yohanes 8:30-36. Tema perenungan kita adalah Kebenaran Yang Memerdekakan. Apa maksudnya dan bagaimana implementasinya dalam kehidupan kita masa kini, mari kita belajar bersama.
Sejak awal kekristenan telah terjadi sebuah diskusi tentang hukum dan kasih karunia. Rasul Paulus dalam surat-suratnya telah mengajarkan bahwa keselamatan datang melalui iman dan bukan melalui perbuatan hukum (lih. Roma 3:28). Namun beberapa dari ajaran Paulus telah disalahpahami, yang kemudian melahirkan sebuah pandangan Antinomian. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan pandangan teologis yang menyatakan bahwa setelah menerima kasih karunia Allah melalui iman kepada Yesus Kristus, seseorang tidak lagi terikat pada hukum moral atau etika, ia adalah seorang yang bebas atau merdeka. Orang-orang Yahudi dalam konteks bacaan kita pun, sedang ada dalam konsep pikir seperti kelompok antinomian. Mereka beranggapan bahwa garis keturunan yang mereka miliki telah sangat cukup menjadi alat legalitas kemerdekaan, sekalipun mereka hidup dalam perbudakan dosa. Ayat 33 dengan jelas mencatat superioritas Yahudi yaitu “kami keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun". Inilah kebohongan identitas yang dipegang orang-orang Yahudi yang sangat berpengaruh baik di bidang politik maupun spiritual. Yesus menantang kebohongan ini sehingga dengan tegas di ayat 34, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa”.
Dalam konteks inilah, orang-orang Yahudi yang disebut telah percaya tapi belum sungguh-sungguh menjadi murid Yesus, ditawarkan kemerdekaan sejati dari kuasa dosa dan kebohongan dengan mengatakan “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku, dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (lih.ay.31-32). Kata “tetap dalam firman-Ku = meinete en to logo to emo” hendak menjelaskan bahwa kalimat tersebut tidak hanya sekedar mendengar atau mengakui Firman Yesus sesaat saja, tetapi berdiam secara aktif dan terus menerus dalam ajaran dan pribadi-Nya. Inilah inti dari kemuridan yang sejati. Seorang murid sejati, akan mengetahui (gnosesthe) atau mengenal, memahami melalui pengalaman, menjadi akrab dengan Dia; Mengetahui tidak hanya sekedar pengetahuan yang dapat dipelajari, melainkan pengetahuan yang intim dengan Sang Hikmat, dan kemudian menghadirkan transformasi serta pertobatan. Inilah inti dari janji kemerdekaan sejati. Yesus berkata dalam Yohanes 14:6 “Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Tidak ada seorang pun yang sampai kepada Bapa kalau tidak melalui Aku”, Kebenaran yang dimaksud bukanlah sebuah informasi, tetapi melalui Yesus, hidup diubahkan karena sungguh-sungguh mau dan tetap tinggal dalam Firman-Nya. Kebenaran itu memerdekakan manusia dari dosa dengan segala konsekuensinya. Itu sebabnya di ayat 33-34, Yesus menjawab orang-orang Yahudi ketika merasa diri bahwa mereka adalah “orang-orang merdeka” karena keturunan Abraham, dengan sebuah kalimat pernyataan yang tegas bahwa “setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa”. Memang secara lahiriah, mereka adalah umat pilihan Allah, tetapi secara rohani mereka masih terikat dosa, dan dosa itu memperbudak, sehingga bukan lagi orang merdeka. Kemerdekaan sejati hanyalah diberikan oleh Kristus Yesus dan bukan oleh garis keturunan, tradisi, hukum taurat atau pun agama. Ayat 36 berkata : Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka. Hanya Yesus (Anak Allah) yang memiliki otoritas untuk memerdekakan manusia secara rohani, bukan upacara agama dan hukum taurat. Hanya melalui Anak yaitu Yesus Kristus, manusia memperoleh kemerdekaan yang memerdekakan. Kemerdekaan ini melampaui pemahaman manusia dan memberikan kedamaian serta hubungan yang erat dengan Tuhan.
Kemerdekaan yang memerdekakan, yang ditawarkan Yesus bagi Wanita/Kaum Ibu GMIM, bukanlah lisensi agar kita dapat berbuat sekehendak hati, tetapi pembebasan dari belenggu dosa, kebohongan, dan keterikatan yang merusak hidup percaya kita kepada-Nya. Kemerdekaan yang teralami akan membuat kita semua untuk selalu hidup dalam keadilan, kebenaran, kejujuran, dan cinta kasih, sebagai bentuk cerminan karakter Allah, kita semua hendaklah selalu mencari Tuhan melalui doa dan baca Alkitab, mengenal Dia dengan lebih dalam, serta hidup dalam kebenaran Firman-Nya di segala bentuk aktifitas setiap hari. Sebuah pepatah mengatakan “Doakanlah apa yang akan engkau kerjakan dan Kerjakanlah apa yang telah engkau doakan”. Kalimat ini menggambarkan prinsip hidup yang kuat dan sarat makna dari seorang yang percaya, dimana mengajak kita pada mengintegrasikan iman serta tindakan. Menjadi pribadi yang benar-benar merdeka tidaklah cukup hanya dengan percaya, tapi bagaimana kita dapat hidup dalam dan seturut kebenaran-Nya. Jika kamu tetap dalam firman-Ku, kamu akan tahu kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu. Teruslah bertekun dalam doa sebagai tiang doa, dan belajar firman-Nya serta meminta Tuhan untuk membukakan mata kita agar dapat melihat diri kita dengan jujur. Bertindaklah sebagai agen kasih dan pengampunan di dunia yang penuh dengan penilaian dan penghakiman.
Pertanyaan untuk Diskusi
- Apa yang ibu-ibu pahami tentang Kemerdekaan yang Memerdekakan menurut Injil Yohanes 8:30-36 ?
- Apakah Yesus telah benar-benar menjadi Tuhan dalam hidup ibu-ibu ?
- Bagaimana ibu-ibu dapat hidup dalam kemerdekaan yang telah diberi-Nya?